Wasekum Hukum dan HAM HMI Badko Kaltim-Tara: RUU Polri Berpotensi Menghidupkan Otoritarianisme Gaya Baru

SAMARINDA– Rancangan Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia (RUU Polri) menuai kritik tajam dari berbagai kalangan, termasuk mahasiswa. Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Badko Kaltim-Tara menilai bahwa draf revisi RUU ini bukan sekadar pembaruan regulasi, tetapi berpotensi menjadi pintu masuk kembalinya praktik otoritarianisme dalam wajah baru yang lebih halus namun mengancam.
Wakil Sekretaris Umum Bidang Hukum dan HAM HMI Badko Kaltim-Tara, Riswandi, menyatakan bahwa sejumlah pasal dalam RUU Polri memberikan kewenangan luar biasa kepada institusi kepolisian, tanpa dibarengi sistem kontrol dan pengawasan yang kuat.
“RUU ini sarat dengan semangat sentralisasi kekuasaan. Ketika Polri diberi kewenangan menyadap, mengawasi ruang digital, dan bahkan membina teknis lembaga penegak hukum lain, kita patut bertanya: siapa yang akan mengawasi sang pengawas?” tegas Riswandi.
Beberapa pasal yang dianggap kontroversial antara lain Pasal 16 huruf (m) yang memberi kewenangan kepada Polri untuk melakukan penyadapan, tanpa pengawasan yudisial yang kuat, Pasal 16 huruf (f) yang memungkinkan Polri melakukan pengawasan ruang siber dan informasi digital, Pasal 14A yang membuka ruang bagi perpanjangan masa pensiun anggota Polri hingga usia 60 tahun, bahkan dapat diperpanjang lagi jika memiliki keahlian khusus dan Pasal 30A yang memberi Polri peran dalam pembinaan teknis penyidik lembaga lain, termasuk yang independen seperti KPK.
“Revisi ini secara terang-terangan menjadikan Polri sebagai lembaga super body yang tidak hanya melampaui batas kewenangan, tetapi juga menimbulkan potensi penyalahgunaan kekuasaan. Ini bertentangan dengan semangat reformasi dan pembatasan kekuasaan negara,” jelas Riswandi.
Ia menambahkan, pembahasan RUU yang dilakukan secara tertutup dan minim pelibatan publik menambah kecurigaan bahwa ada agenda tersembunyi di balik revisi tersebut.
“Kami menilai DPR RI tengah bermain dengan kebijakan berisiko tinggi. Jika proses ini terus berlanjut tanpa transparansi, maka demokrasi kita sedang berada di ujung tanduk,” ujarnya.
HMI Badko Kaltim-Tara menegaskan komitmennya untuk mengawal jalannya legislasi dengan pendekatan akademik dan gerakan moral. Mereka juga menyiapkan konsolidasi untuk aksi massa jika tuntutan tidak didengar.
“Jika diperlukan, kami siap memobilisasi seluruh HMI cabang se-Kaltim-Tara untuk turun ke jalan sebagai bentuk perlawanan terhadap penguatan otoritarianisme,” pungkas Riswandi.
HMI Badko Kaltim-Tara menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat sipil, akademisi, dan media untuk ikut bersuara. “Saatnya kita bersikap. Demokrasi tidak boleh dilemahkan secara sistematis tanpa disadari publik,” tutupnya. (*)