Naladwipa
Beranda Berau Kebakaran Mengintai Permukiman, Hydrant Masih Jadi Mimpi di Tanjung Redeb

Kebakaran Mengintai Permukiman, Hydrant Masih Jadi Mimpi di Tanjung Redeb

BERAU – Dalam beberapa bulan terakhir, permukiman padat penduduk di wilayah perkotaan Tanjung Redeb terus dihantui bayang-bayang kebakaran. Bahkan, menurut data yang dihimpun Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Berau, belum genap pertengahan tahun 2025 saja, sudah terjadi 14 kali kebakaran di permukiman, dengan total korban terdampak sebanyak 79 Kepala Keluarga (KK) atau 300 jiwa.

Bagi Nofian Hidayat, Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik di Badan BPBD Berau, setiap kejadian kebakaran selalu menyisakan satu pertanyaan besar, mengapa kota ini belum juga memiliki fasilitas hydrant yang memadai?

“Mobil pemadam kebakaran sering harus bolak-balik isi air, kadang sampai ke Tepian. Waktu terbuang, padahal dalam kondisi begini, satu menit saja sangat berharga,” ungkapnya dengan nada prihatin.

Sejak tahun 2020, BPBD Berau telah menyusun blueprint pengurangan risiko kebakaran, yang di dalamnya mencakup usulan pemasangan hydrant di setiap simpang jalan utama, khususnya wilayah perkotaan Tanjung Redeb, yang padat penduduk.

Fasilitas ini dirancang untuk langsung terkoneksi dengan jaringan air PDAM, sehingga petugas pemadam bisa segera bertindak tanpa harus berpacu melawan jarak. Namun, usulan itu hingga kini masih tertahan. Tidak kunjung disetujui, meski kejadian kebakaran terus mengingatkan bahwa Berau tak boleh lagi menunda.

“Golden time penanganan kebakaran itu sangat pendek. Kalau ada hydrant di dekat lokasi, respons bisa jauh lebih cepat. Apalagi kalau masyarakat juga dilibatkan,” ujarnya.

Saat ini, tidak ada hydrant di wilayah permukiman rawan kebakaran itu. Keberadaan hydrant hanya di kecamatan pinggiran seperti Sambaliung, Teluk Bayur, dan Gunung Tabur. Itupun hasil ‘cuap-cuap’ ke Pemerintah Provinsi Kaltim. Sementara untuk wilayah Tanjung Redeb, hanya menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten.

“Pemprov Kaltim hanya bisa memberikan anggaran untuk yang wilayah pinggiran, sementara untuk yang di tengah kota seperti Tanjung Redeb ini kewenangan Pemkab. Tapi sampai sekarang tidak pernah ada pengadaan hydrant di wilayah Tanjung Redeb ini,” ucapnya.

Nofian kecewa namun tak putus harap. Ia tetap berharap suatu saat Pemkab Berau membuka mata dan melihat betapa pentingnya keberadaan hydrant di tengah kota, di area permukiman padat penduduk seperti Jalan Milono, yang seringkali jadi saksi ganasnya si jago merah.

“Lampu jalan sudah bagus, pinggir-pinggiran jalan sudah cantik. Ada kursi dan ornamen penghias lainnya, tapi saya belum pernah lihat ada hydrant di sekitarnya. Itu padahal sangat penting untuk masyarakat,” timpalnya.

Sementara itu, Kabid Kawasan Permukiman Disperkim Berau, menyebut sebanyak enam unit hydran telah terpasang sejak tahun 2024 lalu di tiga kecamatan terdekat yaitu Sambaliung, Teluk Bayur dan Gunung Tabur.

Namun, pusat kota Tanjung Redeb justru belum tersentuh, karena wilayah ini tidak termasuk kategori kawasan kumuh yang menjadi kewenangan provinsi.

“Kawasan kumuh di atas 10 hektare jadi tanggung jawab provinsi. Tanjung Redeb belum masuk kategori itu,” bebernya.

Kebakaran mungkin tidak bisa dihindari sepenuhnya, tapi mempercepat respons bisa menyelamatkan nyawa dan harapan. Di tengah kota yang terus tumbuh dan padat, hydran bukan sekadar pipa besi dan katup air, ia bisa menjadi perbedaan antara bencana dan keselamatan. (ndp)

Editor: Marta

Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan